Pernahkah kamu mengunjungi supermarket, merasa cukup saat membeli berbagai keperluan, tetapi ketika tiba di antrean kasir, ada produk yang menarik perhatianmu sehingga kamu ingin membelinya juga? Produk tersebut bisa saja kamu perlukan, contohnya silet cukur atau beberapa buah baterai. Ada juga yang bahkan sebenarnya tidak kamu butuhkan, seperti cokelat, permen, dan makanan ringan lainnya.
Coba cocokkan antara list belanjaan kamu sebelum datang ke supermarket dan setelah keluar mendorong pintu. Kamu akan merasa aneh, “Harusnya aku tidak membeli barang sebanyak ini.” Seingatmu, tadi, petugas kasir menawarkan camilan yang ditata di rak pajangan. Kamu juga merasa diingatkan oleh produk-produk menggiurkan di area kasir yang belum masuk keranjangmu. Di detik-detik terakhir belanja, kamu jadi butuh segala macam. Sebenarnya apa yang membuat kamu tertarik melihat produk-produk tersebut? Tentu karena desain kemasan. Ternyata, desain kemasan dari suatu produk juga memengaruhi keinginan konsumen untuk mengambil dan membelinya.
Semakin berkembangnya bisnis perdagangan ritel ditandai dengan semakin maraknya pasar-pasar swalayan moderen, baik domestik maupun afiliasi internasional, membawa dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Sejalan dengan perkembangan budaya dan teknologi, kehadiran pasar-pasar swalayan turut mengubah budaya dan pola berbelanja, khususnya masyarakat perkotaan. Namun, Dengan adanya wabah virus Covid-19 mengakibatkan pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia sempat tutup sementara, tak terkecuali supermarket sehingga pelanggan mulai mempertimbangkan belanja online melalui marketplace.
Sebenarnya marketplace sudah populer cukup jauh sebelum pandemi. Akan tetapi, tak dapat dipungkuri, bahwa penggunaannya mengalami lonjakan pesat di tahun 2020 karena semua orang lebih banyak beraktivitas di rumah. Para pelanggan supermarket mulai adaptasi untuk terbiasa go digital. Berdasarkan data internal Sirclo, jumlah pemesanan produk food & beverage meningkat sebesar 143% di berbagai marketplace dari mulai Februari hingga Maret. Produk minuman seperti jus buah kemasan, susu, dan minuman instan mengalami peningkatan paling besar. Sementara produk makanan khususnya makanan kemasan (packaged food) seperti biskuit, bumbu rempah, dan snack mengalami peningkatan kedua tertinggi.
Apakah itu artinya para produsen bisa berlepas tangan tanpa memikirkan pajangan terhadap produk-produk andalan mereka? Dan, apakah kegiatan merancang desain kemasan sudah tidak lagi relevan?
Ternyata, tidak juga. Kehadiran marketplace tidak mematikan supermarket. Para pelanggan tetap bergariah untuk belanja di supermarket meski terlebih dulu harus dicek suhu tubuhnya. Selain rutin ke supermarket, banyak dari mereka yang juga berlangganan di marketplace dengan alasan lebih hemat waktu dan praktis. Apalagi jika marketplace menyediakan potongan harga besar-besaran dan bebas ongkos kirim. Di samping semua itu, kehadiran marketplace justru semakin menambah kreativitas dalam strategi penjualan dan penyajian pajangan produk.
Selengkapnya kamu pun bisa membaca di buku "Merancang yang Akan Dibuang" oleh Oki Hamka S.
Buku ini akan membuka wawasan baru bagi kamu para desainer yang kesulitan merancang kemasan, para pebisnis yang ingin menjangkau segmen customer yang tepat, para dosen yang butuh bahan ajar mendalam soal desain kemasan, para pelaku brand, marketer, dan lain-lain.
Inilah yang akan Anda pelajari di buku
“Merancang yang Akan Dibuang”
– Kemasan sebagai Wajah Produk
– Sejarah Pasar Swalayan
– Rak Pajangan di Area Kasir
– Tingkah Laku Pembeli
– Kompetisi Brand Tiap Produk
– Hasrat Pembelian Spontan
– Era Baru Berbelanja
Masih penasaran dan mau tau lebih lanjut?
Kata Mereka
“Kemasan, produk budaya yang berevolusi sejalan dengan kemajuan teknologi dan kreativitas. Buku ini menunjukkan bagaimana kemasan dalam perkembangannya sarat dengan konstruksi tanda-tanda. Bahasa yang lugas dan komunikatif menjadi sangat jitu menjelaskan peran penting ilmu Desain Komunikasi Visual dan keterkaitannya dengan disiplin lain. Pada saat yang sama, mencerahkan pemahaman awam atau konsumen. Banyak aspek kemasan yang menuntun kita pada kesadaran tentang apa saja yang membuat kita memutuskan memilih dan membeli sebuah produk.”—A. Rikrik Kusmara, Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung
bookmark meme-04
“Rasanya di Indonesia belum banyak buku yang membahas topik ini secara spesifik, sehingga buku ini bisa memberi insight-insight baru terhadap consumer behaviour yang tentunya berguna. Menarik sekali melihat dinamika bagaimana keseluruhan elemen packaging design, lama antrean, dan penempatannya di counter mempengaruhi keputusan pembeli.” —Wagiono Soenarto, Tokoh Senior Desain Grafis Indonesia
bookmark meme-03
“Ketika jauh di negeri perantauan, saya masih ingat dengan kemasan roti bagelen basah ‘Abadi’ atau tipografi khas dari logotype cokelat SilverQueen. Satu hal yang sangat membekas dan “tidak akan dibuang” dari catatan esensial Kang Oki: bukan lagi desainer atau sekadar kolektor, common people pun akan mulai menghargai ikatan emosional masa kecil dan mulai mengoleksi desain kemasan setelah membaca ini!”—Henricus Kusbiantoro, Creative Director BARK Brand, New York
“Buku ini merupakan sebuah rangkuman perjalanan panjang Oki Hamka S. dalam kariernya sebagai desainer komunikasi visual. Perhatiannya pada kemasan tertuang dalam judul yang membuat pembaca berpikir ulang, bahwa sebagai sebuah presentasi yang mampu menarik perhatian klien, kemasan memberi kekuatan untuk merebut perhatian target audience-nya dalam kompetisi pemasaran produk yang kompetitif. Hasilnya, dituangkan sebagai referensi informasi yang lengkap dan gaya bahasa yang populer, akan bermanfaat bagi pembaca agar lebih mengetahui dan memahami seluruh rangkaian proses kreatif dalam menghasilkan desain kemasan yang ideal.”—Riama Maslan Sihombing, Ketua Kelompok Keahlian Komunikasi Visual dan Multimedia